“Wisata Virtual” Ajang Promosi Pariwisata Baru
Pandemi covid-19 berhasil membuat perekonomian indonesia
mengalami penurunan drastis. Sejak merebak pada Maret 2020, sektor wisata
menjadi salah satu sektor yang paling terdampak. Masyarakat daerah menurunkan
hingga 50% produksi karena tingkat konsumsi yang rendah (Voa Indonesia). Data
dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (kemenparekraf) Indonesia
mencatat kunjungan wisatawan mancanegara turun hingga 75%. Sebelum covid-19,
Indonesia bisa mendatangkan 1,5 juta wisatawan mancanegara (wisman) tiap
bulannya untuk melancong ke Indonesia. Namun data tahun lalu (2020) hanya
sekitar 100 ribu wisman saja tiap bulannya. Hal ini menjadi fokus diskusi
pemikiran akhir-akhir ini. Bagaimana strategi pemulihan pariwisata Indonesia
untuk mencapai top peformanya. Tentunya strategi ini harus relevan dan
bisa diimplementasikan oleh pemerintah daerah atau pengelola sektor pariwisata
terkait.
Salah satu solusinya adalah dengan program wisata virtual. Ajang
ini telah dimulai oleh kemenparekraf sejak bulan September tahun lalu. Wisata
virtual menyuguhkan pengalaman wisata tanpa harus keluar rumah berkat bantuan
teknologi digital. Wisata virtual ini sebenarnya sudah ada sebelum pandemi. Namun,
penyajiannya hanya sebagai ajang promosi dan pemikat wisatawan baru. Perkembangan
teknologi yang sangat pesat membuat masyarakat tidak perlu mengeluarkan banyak
uang untuk berlibur. Mereka hanya perlu mendaftar lalu duduk dirumah dan
menikmati suguhan keindahan alam Indonesia. Lalu apa untungnya untuk pengelola
objek wisata?
Pengelola objek wisata akan memiliki banyak keuntungan. Pertama,
wisata virtual ini bisa menjadi ajang promosi wisata. Ajang promosi ini
tentunya akan memperkenalkan objek wisata ke masyarakat luas. Pengelola objek
wisata pasti akan lebih berkonsentarsi pada promosi media digital baik dalam
bentuk web, gambar, maupun film dokumenter yang akan diviralkan untuk menggait
wisatawan baru. Setidaknya mereka masih memiliki basis penggemar ketika suatu
saat pandemi ini sudah teratasi. Kedua, wisata virtual dapat membuka peluang
masyarakat luas untuk mengenal produk-produk daerah. Ketika permintaan produk naik,
jumlah produksi juga akan naik dan bisa meningkatkan perekonomian masyarakat. Selain
permintaan produk berupa barang, produk jasa tentunya juga akan naik.
Pemandu-pemandu tur akan memiliki lahan kerja baru. Selain itu, pemilik agen
perjalanan wisata juga akan mendapat keuntungan. Berikut ini contoh wisata
virtual yang mulai dikembangkan :
1.
Kebun
Raya Bogor
Wisata virtual
ini sudah ada sejak bulan Oktober tahun 2019. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia selaku pengelola objek wisata telah membuat suatu situs yang
menyajikan foto 360 derajat interaktif beserta audio yang dilengkapi dengan
tombol yang akan menyajikan informasi menarik bagi para pengunjung.
2.
Taman
Impian Jaya Ancol
Dengan
menggunakan fitur live instagram, pengelola objek wisata berhasil
memukau wisatawan online dengan mengajak mereka berkeliling di sejumlah lokasi
ancol, seperti pantai ancol dan Ocean Dream Samudra. Tur ini lengkap dengan
adanya pemandu wisata dan memiliki jadwal tetap.
3.
JKT
Good Guide (Jakarta)
Tur kota Jakarta ini cukup sederhana. Dengan menggunakan aplikasi Google Street View, pemandu akan menjelaskan lengkap destinasi lengkap kota Jakarta. Mulai dari Kota Tua, Monumen Nasional bahkan sampai ke tongkrongan menarik di wilayah Ibu Kota.
Referensi :
Nugroho, A.,
Warsono, H., & Djumiarti, T. (2016). Analisis Kinerja BPS Dalam Penyusunan
PDRB Melalui Survei Nerwilis Di Kota Semarang. Journal of Public Policy
and Management Review, 5(3), 489-503.
https://kemenparekraf.go.id/ragam-pariwisata/Tren-Pariwisata-Indonesia-di-Tengah-Pandemi
Komentar
Posting Komentar